Mungkin ini cuma
terjadi di negeriku. Namun mungkin juga ada di negeri lain. Atau bisa jadi di
diri setiap orang tanpa mengenal batasan bernama Negara dan berbagai atribut
lainnya. Ini adalah hal mengenai sebuah kebiasaan perilaku atau perkataan atau
mungkin lebih tepatnya cara berpikir yang cukup sering kutemui di
keseharianku. Ini tentang melihat hal baik dari sebuah kejadian buruk.
Pernahkah kamu mendengar, ada seseorang yang jatuh ketika
mengendarai sepeda motor. Dia terjatuh ke pinggir dan menghantam aspal. Tangan
kakinya penuh luka termasuk kepalanya. Ketika dia, keluarganya atau temannya
atau hanya orang lewat yang kebetulan melihat atau menolong orang tersebut,
mungkin ada diantara mereka yang berkata: untunglah kamu masih selamat. Atau
untunglah kamu jatuh ke pinggir bukan tengah jalan. Untunglah ada orang yang
cepat menolong. Untunglah tidak ada yang patah mematah. Untunglah lukanya tidak
di seluruh badan, dst dst.
Atau pernakah kamu mengetahui, ada seorang teman yang membawa
secangkir kopi untuk menemaninya lembur larut malam. Kopi tersebut ditaruh di
atas meja di dekat berkas-berkas penting. Namun karena sedikit kurang fokus,
tangannya tergelincir ketika mengangkat gelas ingin menyeruput kopi. Atau tanpa
sengaja, cangkirnya terdorong dan jatuh ke bawah meja. Suara pecah belah si
cangkir mengisi udara. Kopi yang masih tampak asapnya menggenangi lantai. Di
sela-sela sumpah serapah yang dia lontarkan, ada dia berujar: tapi untunglah
kopi ini tidak kena berkas kantorku. Untunglah anakku yang kecil sudah tidur
jadi dia tidak main-main dekat beling cangkir ini. Untunglah kopi yang tumpah
hanya secangkir bukan satu teko, dst dst.
Selalu ada “untung” di setiap kejadian buruk yang dialami.
Dan kurasa ini memang hal yang baik. Tidak ada salahnya mencoba melihat ke sisi
baik dari setiap kejadian untuk menenangkan syaraf. Untuk sedikit bersyukur
kepada Tuhan bahwa sesuatu yang lebih buruk bisa saja terjadi. Hidup memang
penuh dengan kemungkinan, bukan? Ada banyak peluang untuk suatu skenario terhadap
akibat dari suatu hal yang menjadi kenyataan. Dan untunglah, beragam hal yang
lebih buruk tidak terjadi kepada si Pengendara Motor yang jatuh dan si Tukang
Lembur yang menumpahkan kopi tersebut.
Lalu aku pun berujar mengenai si “Untung”. Di saat kuhendak
pulang kerja, menempuh jarak 20km lebih dengan mengendarai motor, ada macet
panjang yang tak bisa kuhindari. Motorku dan motor lainnya termasuk juga mobil
terjebak di lautan jalan yang sama dan kami hanya bisa merayap pelan. Kelelahan
sehabis bekerja di tambah deru bising mesin kendaraan plus asap knalpot yang
terhirup membuat suasana hati seseorag menjadi buruk. Belum lagi perihal waktu
yang terbuang dan keinginan berkendara dengan lancar tanpa hambatan harus terkubur
sementara waktu. Aku menghela napas dan sesuatu yang indah pun melintas.
Entah ini akhirnya menjadi ironi atau hal menarik, nun jauh
di hadapanku melintas sesuatu yang besar namun tampak kecil karena jarak yang
membentang diantara mataku dan objek tersebut. Sesuatu yang melintasi langit
dengan sayapnya yang terbuat dari besi. Haha, yup, tiba-tiba melintas sebuah
pesawat penumpang di langit sana. Ekor mataku mengikutinya hingga tak lagi
terlihat. Sederhana tapi terasa manis. Hiburan kilat disela hiruk pikuk ini.
Tidak ada hubungannya memang dengan kemacetan dan tidak juga membantu
menyelesaikannya atau membantuku keluar dari kemacetan tersebut. It's all about perspective. Aku hanya
tetap berujar: untunglah ada pesawat melintas sehingga pikiranku bisa
teralihkan sejenak dari kemacetan ini. Haha, dasar tipikal anak 90’an. Suka gimana-gimana gitu jika melihat pesawat
melintas di langit. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar