Hi, there, you meet me again! :D
Lagi-lagi
cerita lama. Aku telat lagi menuliskan prompt ini. Entah karena apa prompt yang
seharusnya dituliskan antara tanggal 15-21 Februari, akhirnya kutuliskan di
tanggal 25. Dan baru ku-posting tanggal 27. Iya, sudah jatuh tempo. Sudah
keluar dari deadline. Dan aku merasa
sedikit menyesal karena pohon komitmen-ku belum tumbuh sempurna. Ah, oke,
mungkin malah belum bertunas. Jadi, ya, bisa disimpulkan alasan keterlambatan
ini datang dari dalam diri. Bukan karena alasan eksternal.
So what? Hmm, nothing.
Tidak ada
yang dirugikan di sini, kecuali diri sendiri. Proyek menulis prompt ini juga
proyek pribadi. Dan boleh jadi tidak ada yang menganggap proyek ini penting.
Ini semua hanya tentang satu orang. Tentang diri sendiri. Ini bukan hal besar
yang berdampak ke seluruh penduduk Bumi. Tidak. Dan, ya, aku lah yang bisa
merasakan kepentingan di dalam menuliskan prompt tepat waktu. Aku yang insha
Allah nantinya menuai manfaat dari kegiatan ini. Dan, ya, aku yang merasa
menyesal karena terlambat, tidak sesuai deadline.
Lalu,
apalah arti penyesalan? Hmm, artinya itu sebuah sinyal untuk berubah.
Penyesalan adalah rasa tidak nyaman dan boleh jadi tidak disukai oleh semua
orang. Dan aku melihat diriku sebagai pencari rasa damai, pencari ketenangan
jiwa. Rasa menyesal menimbulkan efek yang sedikit mengacaukan ketenangan di
dalam diri ini. Dan seharusnya aku menanggapi sinyal ini dengan lebih bijak.
Prompt ini
mengajakku menulis tentang langkah apa yang bisa kulakukan untuk membawaku
lebih dekat dengan apa yang kumau dalam hidup. Ada banyak yang aku mau, namun
kali ini yang menjadi (salah satu) konsen terbesarku adalah berhenti melakukan
sifat jelek yang kuceritakan di prompt sebelumnya (klik di sini my dear readers). Aku merasa jika aku bisa mengatasi
dan keluar dari sifat tersebut, maka aku akan selangkah lebih dekat dengan rasa
damai, rasa tenang. Dan perasaan itu adalah salah satu yang aku inginkan dari
hidup ini.
Jika di
prompt sebelumnya, aku masih berkutat dengan penyelesaian yang abstrak, kali
ini aku melihat sebuah langkah yang lebih rill. Syukurlah, agaknya aku mendapat
sedikit pencerahan, dan ada sebuah cara yang lebih pratikal.
Jadi
begini, salah satu solusi abstrak yang kusebutkan sebelumnya adalah dengan
menumbuhkan pohon komitmen. Nah, kali ini sepertinya pohon itu (dalam khayalku,
belum kejadian) berhasil memecah tanah dan menumbuhkan sebuah tunas. Aku
menemukan sebuah tunas di sana bernama “disiplin”. Aha! Tapi, tapi itu masih
sedikit abstrak, maka aku sederhanakan lagi menjadi “rutinitas”. Dan, ya, mulai
lah aku mendata alias membuat sebuah daftar (aku suka membuat list, haha)
mengenai rutinitas baik yang bisa membantuku untuk melatih kedisiplinan guna
menumbuhkan pohon komitmenku dan lalu menghancurkan sifat jelek tersebut yang
akhirnya membawaku ke rasa damai.
Hehe, sudah
ada beberapa rencana kegiatan rutin yang kucoba untuk lakukan. Aku merasa cara
ini membawaku lebih dekat dengan salah satu tujuan hidupku. Mungkin ini sedikit
lebih praktis. Atau, ah, entah lah,
entah pula malah aku yang terlalu repot dan berputar di tempat yang sama. Hmm,
aku harap ada yang mengerti maksudku ini dan sependapat jika ini memang lebih
praktis. Suatu cara atau sebuah latihan untuk mengurai benang kusut sifat jelek
tersebut. Ya, mudah-mudahan. Hmm, :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar