Sebenarnya
sudah dari beberapa bulan yang lalu aku ingin membuat postingan beraroma
seperti ini. Bercerita tentang apa yang kualami di jalanan ketika mengendarai
motorku. Entah mengapa ketika di jalanan ada banyak hal dan cerita yang bisa
terjadi. Semuanya bisa terasa mengejutkan karena memang tidak tertebak.
Namun, ya,
itu, haha, aku selalu dinaungi rasa malas dan menunda. Alih-alih mencoba
langsung mengetikan saja cerita tersebut, otak kubuat sibuk memikirkan konsep,
blog, dan label apa untuk kisah-kisah seperti ini. Analoginya sibuk membungkus
kado untuk hadiah yang belum kubeli, haha. Bukan kebiasaan yang baik, so jangan
ditiru. :D
Hmm,
baiklah, aku sedikit bingung harus memulai dari cerita yang mana karena ada beberapa
ide yang berseliweran. Oke akan kumulai dengan apa yang kualami waktu itu
saat pergi mengajar private ke rumah muridku yang lucu-lucu, hehe. Oke, aku pergi mengajar ke sana setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Singkatnya tiga
kali seminggu. Dan kebanyakan kisah yang mungkin akan kuceritakan adalah kisah
ketika berkendara ke rumah mereka, ya. Haha, ketahuan aku bukan orang yang
sibuk sana sini. :D
Oke,
lanjut!
Jarak
rumahku dan rumah mereka sekitar 30 menit. Biasanya kupergi dari rumah jam 3
kurang dan sampai di sana jam 3 lewat. Senang banget kalau jalanan sepi, atau
tidak panas dan tidak juga hujan. Atau ketika tidak berpapasan dengan truk yang
beberapa kali melintasi jalanan kota. Bahkan cukup senang saat tidak beriringan
dengan angkot (angkotan kota) yang sering bikin ketar ketir dan membuatku
sempat menyumpah-nyumpah, haha. Biasanya jalanan sepi di hari Senin dan Jumat.
Lalu ramai ketika jam aku pulang (sekitar jam 5 sore). Namun namanya jalanan,
susah susah gampang untuk diprediksi.
Suatu kali di hari Rabu, aku izin tidak mengajar karena hujan
lebat sehingga tidak memungkinkan untuk pergi ke sana. Sudah dua atau tiga
minggu ini, Kota Jambi diguyur hujan. Alhamdulillah, hujan ini mampu mengusir
asap pembakaran lahan yang sempat menutupi langit Jambi dan beberapa daerah
provinsi tetangga. Ya, aku berharap sekali agar pemerintah atau siapapun yang
berwenang menindak permasalahan ini. Hujan memang menghapus asap yang sempat
membuat langit kota ini, bahkan berwarna kuning. Namun masalah yang sama bisa
jadi terulang kembali jika orang-orang yang bertanggung jawab terhadap hal ini
tidak segera ditindak. Aku tidak ingin tahun depan atau 10 tahun atau hingga
bertahun mendatang, Jambi dan provinsi lainnya mengalami krisis kesehatan
karena asap pembakaran ini lagi.
Huft, malah
jadi cerita asap, ya? Haha, habisnya, aku masih merasa greget. Oke, lanjut lagi
ke cerita sebenarnya #halah.
Di waktu itu pun juga turun hujan yang cukup lebat dan diiringi oleh petir beberapa kali.
Biasanya udara akan terasa panas dari pagi hingga siang hari. Lalu sekitar jam
dua lewat (biasanya setengah tiga), angin dingin mulai berhembus dan awan
hitam sampai ke atas kota ini dan menurunkan hujan yang lebat. Naik motor saat
hujan gerimis atau hujan yang tidak lebat? Aku tidak masalah. Alhamdulillah aku
cukup siaga dan berhati-hati dengan jalanan yang licin. Alhamdulillah juga ban
motorku belum licin alias gundul. Jadi, insha Allah hujan bukan masalah. Lagi
pula aku masih bisa berteduh di rumah atau warung pinggir jalan. Yang
meresahkan adalah tidak datang tepat waktu, serta aku juga menghormati
kekhawatiran orangtuaku jika aku naik motor saat hujan.
Nah, yang
membuatku ketar ketir naik motor saat hari hujan adalah angin serta petir.
Haha, ngeri , lah, ya, kalau kita di daerah terbuka lalu tiba-tiba “flash”, ada
kilat yang lalu disusul dengan petir. Haha, aku pasti akan teriak dan berdoa
semoga baik-baik saja. Asli, kekuatan alam tidak ada tandingannya. Sungguh
Tuhan itu Maha Besar dan Maha Kuasa. Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, hal
yang juga membuatku ketar ketir adalah angin.
Hujan
biasanya disertai dengan angin yang berhembus cukup kencang. Angin dingin yang
dibawa oleh awan hitam, selain menusuk tulang, juga bisa membuat motorku
sedikit oleng. Haha, aku mengendari motor matic yang cukup ringan. Dan kalau
ada angin yang berhembus melewatiku, motornya sering sedikit terbawa angin.
Haha, maksudnya cukup menggoyangkan motor, sedikit. Alhamdulillah, aku masih
bisa mengatasinya dan tidak hilang keseimbangan.
Hari ini
aku sudah siap berangkat mengajar sejak jam setengah tiga. Ketika ingin
berangkat, hujan datang mengguyur. Hujan ini lama kelamaan menderas sehingga
mau tidak mau aku menunggu. Alhamdulillah, aku bisa beranjak saat hujan sedikit
reda di pukul 3 sore. Langit masih mendung, angin masih berhembus dingin serta
gerimis masih turun. Meski begitu, aku yakin tidak akan kuyup di perjalanan
nanti.
Jalanan
semula lancar. Aku tahu harus hati-hati karena jalanan licin dan rem motorku
sesekali mulai berdecit (mungkin karena minyak remnya terbasuh air hujan).
Helm-ku agak sedikit kabur karena ada butir-butir air hujan yang menempel di
situ. Aku pun lalu membukanya. Gerimis sesekali menampar wajah. Haduh, sakiit,
hahaha.
sumber |
Baiklah,
aku sudah sampai di simpang lampu merah Thehok. Simpang ini legendaris bagiku.
Bukan karena sudah lama atau karena ada sejarah apa. Hanya saja ini salah satu
simpang yang paling tertib di kota ini. Kebetulan, ah entahlah kebetulan atau
tidak, ada pos polisi kecil di pinggir simpang empat ini. Dan polisi di situ
selalu stand by. Dalam kata lain, jika terjadi gangguan lalu lintas, semisal
mati lampu atau pemadaman listrik, polisi di sana langsung bergerak turun
tangan mengatur lalu lintas simpang. Dan, ya, simpang ini ramai dan lampu hijaunya cuma sebentar. Hulalala..aku sering kena dua kali lampu merah di sini karena
antrian yang panjang. (-___-)
Nah, dan
seperti yang bisa kalian duga, di simpang ini aku terkena lampu merah lagi,
haha. Kira-kira di depan aku ada tiga atau empat mobil. Aku pun berhenti dengan
manis di dekat pembatas jalur dan menghidupkan lampu sen (bener nggak ya
tulisannya?) sebelah kanan. Sebelum aku mendekat ke arah pembatas untuk menepi
menunggu lampu merah, ada angin yang berhembus dan cukup membuat motorku terasa bergeser atau
terdorong ke kanan. Aku cukup terkejut dan semakin waspada, (oke, mungkin
bahasaku agak lebay, haha).
Akan
tetapi, memang begitulah kira-kira yang kurasakan saat itu. Ketika telah
berhasil menepi, dan menunggu lampu merah berubah warna, angin kembali datang
dari arah timur menuju ke arah barat. Kali itu, aku mulai merasa cemas dan
khawatir. Daerah ini adalah daerah terbuka. Tidak ada pohon besar yang
menanungi ataupun gedung-gedung yang tinggi. Tujuanku pun adalah ke arah barat,
searah dengan hembusan angin. Aku jadi berpikir, jika aku nanti melewati
simpang, jangan-jangan akan ada angin yang kencang seperti ini kembali berhembus. Angin tersebut lalu mendorongku dan
akhirnya motorku oleng alias terjatuh. Duh, pikiran yang buruk!
Aku pun
menengadah melihat langit. Terlihat awan hitam yang bergerak beriringan.
Kupandangi juga pohon di pembatas jalur, bergoyang kencang, ke kiri kanan. Sekali lagi, aku benar-benar merasa cemas. Namun aku tahu, aku harus tetap tenang. Apalagi aku di jalanan dan
sedang berkendara. Jaga emosi agar tidak panik dan berusaha berpikir positif.
Ada seorang Ibu penjual koran menegurku dan berbicara sesuatu. Aku hanya
tersenyum kepadanya karena tidak begitu memperhatikan apa yang Ibu tersebut
katakan. Dia berbicara saat aku sedang sibuk melihat awan dan angin. Ya, Tuhan,
jangan-jangan mukaku saat itu pucat dan tampat ketakutan. Tidak biasanya penjual koran menegur pengendara motor dan dia pun bukan menegur untuk menawarkan
koran. Hmm…
Aku tidak
mungkin berhenti di situ dan menunggu angin reda. Ketika lampu lalu lintas berwarna
hijau, aku harus bergerak kembali. Aku tidak suka menarik perhatian orang lain
dengan cara ekstrim seperti membuat kemacetan lalu lintas. Aku terus berusaha
menenangkan diri dan berdoa kepada Tuhan agar semua baik-baik saja. Dan aku
sempat pula membuat scenario di otakku ini. Haha, aku berpikir, semoga ketika
lampu hijau nanti dan aku kembali bergerak, angin berhenti sejenak atau
berhembus dengan lebih tenang dan ringan sehingga tidak membuat motorku oleng.
Ya,
Alhamdulillah, semua baik-baik saja. Dan aku bisa selamat sampai ke
tujuan. Allah menjagaku. Dan ketika
melihat langit yang membawa angin kencang itu, aku merasa ditegur. Kekuaasaan
Allah meliputi segala sesuatu dan betapa kecilnya makhluk bernama manusia ini.
Aku belajar untuk pasrah namun bukan berarti menyerah tanpa berusaha. Dan aku
akan selalu berusaha untuk ingat membaca doa sebelum berangkat atau berpergian.
Mungkin pembaca sekalian beragama islam dan sudah tahu akan doa ini. Berikut
kutipan doanya:
Yup, inilah
postingan pertamaku untuk Road series. Aku berencana untuk membagi blog ini
(kira-kira) dalam empat macam series/label. Ya, mudah-mudah bisa menjadi
postingan yang bermanfaat. Dan, oke, haha, aku selalu bingung bagaimana mengakhiri
sebuah postingan. But, ya, thanks for reading this story. Enjoy your time and
be happy. :):)
Banyak petir masih jalan aja.. Hati-hati tuh.. Tapi kayaknya seru di persimpanagan jalan itu..
BalasHapusHehe..mau gak mau. Yup. Thanks sudah mampir kemari. :D
Hapus